Rabu, 04 Juli 2012

Hakikat Cinta Kepada Alloh


Cinta bukan sekedar diucapkan dengan kata-kata. Namun cinta itu mesti dibuktikan dengan tindakan nyata. Lebih-lebih cinta kepada sang Khalik Alloh swt. Betapa banyak orang mengikrarkan cinta pada-Nya, tapi hakikatnya perasaan mahabbah itu semu tidak nyata.

Al Hubb Lillaah
Alloh ta’ala berfirman: “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Alloh”. QS. al-Baqarah: 165.

Ini terkait hubungan seorang muslim dengan diri sendiri yang berupa kewajiban membangun kepribadian Islam yang mencakup: 1) Pola pikir Islami yang berpikir dengan logika Islam ketika memberikan penilaian terhadap segala sesuatu, kejadian-kejadian, pribadi-pribadi dengan aneka ragam sikap. 2) Pola jiwa Islami yang memberikan gambaran bagaimana berinteraksi dengan orang sekitar dan segala yang ada di kanan kirinya sesuai manhaj.

Ini berarti tidak ada pilihan kecuali melakukan pembinaan kepada generasi muslim yang kelak akan mengemban Risalah Islam dengan pemikiran yang jelas di kepalanya, aqidah kuat menancap dalam hatinya, ibadah yag murni untuk Tuhannya dan amal shaleh yang memberikan manfaat kepada selainnya.


Al Hubb Fillaah
Alloh ta’ala berfirman, “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara…” QS. Hujurat: 10. Ini terkait hubungan seorang muslim dengan saudaranya yang berupa kewajiban mewujudkan ikatan Ilsam seperti

yang dilakukan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan para sahabat yang disebutkan oleh Alloh dalam firman-Nya, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…” “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…”

Sikap tegas mereka terhadap orang-orang kafir adalah sebagai buah dari tindakan melarang kemungkaran dalam makna luas, sementara berkasih sayang di antara mereka merupakan buah aktivitas memerintahkan yang baik dalam makna yang luas pula seperti terkandung dalam sabda Rasulullah sholallahu alaihim wasallam, “Setiap kebaikan adalah sedekah”. HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud. Sementara sedekah bisa menolak bencana. Dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Orang yang pengasih akan selalu dikasihi Dzat Maha Pengasih tabbaraka wata’aalaa. Kasihanilah orang yang ada di bumi niscaya orang yang ada di langit akan selalu mengasihi kalian! HR. Ahmad, Abu Dawud, Turmudzi, Hakim. (al Jami’ as Shagir 2/25). “Perlakuan baik akan menjaga dari kematian-kematian buruk, bencana-bencana dan kerusakan-kerusakan…” HR. Hakim dalam al Mustadrak/Kasyful Ghummah: hal. 12).

Al Hubb Ma’allah

Alloh ta’alaa berfirman, “Maka pernakah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya…” QS. Jatsiyah: 22.

Ini terkait hubungan seorang muslim dengan amalnya. Ia menyangka telah beramal karena Alloh, padahal dalam dirinya ada syirik yang tidak menampak baginya meski ia tahu itu termasuk hal-hal yang merusak amal. Ibnu Taimiyah dalam sebagian fatwa-fatwanya berkata:


“Orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya memiliki kecintaan sebagaimana kaum musyrikin mencintai tuhan-tuhan mereka dan sebagaimana kecintaan para penyembah kepada anak sapi emas. Inilah kecintaan Ma’allah, bukan kecintaan Lillaah. Dan inilah kecintaan pada ahli syirik. Hawa nafsu terkadang mengaku mencintai Alloh, meski pada kenyataannya itu adalah kecintaan syirik. Ia hanya cinta kepada sesuatu yang disukainya yang terbungkus dalam kecintaan bersama Alloh. Dan memang keinginan itu sendiri terkadang tidak jelas bagi nafsu sebab sesungguhnya kecintaan anda akan sesuatu bisa menjadikan buta dan menyebabkan tuli. Begitulah amal yang oleh manusia disangka bahwa telah menjalankannya karena Alloh, padahal di sana adal syirik terselubung yang sebenarnya ia mengetahuinya. Hal itu karena kecintaan akan kekuasaan (riyasah), atau kecintaan akan harta benda, atau kecintaan akan popularitas. Karena inilah para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, seseorang berperang karena keberanian, dorongan emosional dan karena pamer. Manakah yang berbeda di jalan Alloh? Beliau sholallahu alai wasallam menjawab, “Barang siapa yang berperang agar kalimat Alloh menjadi mulia maka dialah yang berada di jalan Alloh””. (Tafsir al Qosimi, Mahasin at Ta’wiil I/462). Dan inilah yang dinamakan Syirik Khafi yang harus diwaspadai oleh seorang muslim yang terbina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar